Jakarta -
Kementerian Kehutanan menegaskan tetap menolak proyek ruas tol
Balikpapan-Samarinda sepanjang 99,02 kilometer di Kalimantan Timur
(Kaltim). Namun jika proyek itu tak membelah 2 kawasan konservasi hutan
di Kaltim maka akan mendapat persetujuan.
"Gubernur memohon
kepada Menhut (menteri kehutanan) dan kemudian Menhut memerintahkan
kepada seluruh eselon I untuk dirapatkan. Hasilnya menolak tapi
memberikan jalan keluar jalan tol tidak membelah tahura (taman hutan
rakyat) tapi di pinggir hutan tahura dan hutan lindung mengarah ke
pesisir," kata Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA)
Kemenhut Darori ketika dihubungi wartawan, Kamis (13/10/2011).
"Tetap
masuk Tahura tapi di kawasan pinggir Tahura dan Hutan Lindung, tidak
membelah. Surat menteri tentang penolakan itu langsung dikirimkan
menteri ke Gubernur Kaltim," ujar Darori.
Darori dimintai
tanggapannya terkait pernyataan resmi Gubernur Kaltim Awang Farouk Ishak
sebelumnya yang tetap melanjutkan proyek ruas tol senilai Rp 6,2 trilun
itu meski disebutnya Dirjen PHKA menolak memberikan izin.
"Jadi
yang menolak itu bukan Dirjen PHKA. Tapi Menteri Kehutanan. Saya ini
cuma anak buah. Jadi Kemenhut tidak menolak mentah-mentah tanpa solusi,"
tegasnya.
"Menhut merekomendasi untuk diusulkan kembali dengan
merubah jalur melalui kawasan pesisir, kalau mau jalan terus ya silakan,
berani nabrak undang-undang. Kan tahu undang-undangnya," tambahnya.
Darori
mempersilakan apabila Gubernur Kaltim bersikukuh melanjutkan proyek tol
tersebut, meski tidak mengantongi izin Kemenhut terkait rencana proyek
yang membelah 2 kawasan hutan yakni Taman Hutan Raya (Tahura) sepanjang
24 Km dan Hutan Lindung Sungai Manggar di Balikpapan.
"Kawasan
hutan jadi terfragmentasi, jadi rusak. Itu kementerian kehutanan atas
usulan 8 Dirjen, menolak. Namun mengingat Kaltim dalam proses membangun,
direkomendasi dibangun di kawasan pesisir. Kita juga paham Kaltim perlu
jalan tol," sebut Darori.
"Pertemuan beberapa waktu lalu,
Universitas Mulawarman dari Kaltim (Samarinda) juga mendukung usulan
rekomendasi menteri," terangnya.
Lantas bagaimana dengan upaya
Gubernur Kaltim yang tetap melanjutkan protek tersebut tanpa merubah
rencana awal juga Gubernur Kaltim sangat yakin DPR RI menyetujui
usulannya?
"Yang menyetujui Kemenhut bukan DPR. Kalau tanpa izin
menteri, hukuman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar. Kalau mau ya
silakan saja," jawabnya.
"Undang-undang No 41/1999 pasal 4, hutan
negara dikuasai pemerintah (Presiden dan Menteri) dan daerah melakukan
pengawasan. Pinjam pakai disetujui oleh menteri. Kalau tidak disetujui
bagaimana? Mestinya prosedural. Soalnya itu menyangkut perubahan fungsi
(hutan)," tegasnya lagi.
Keyakinan Gubernur Kaltim untuk
melanjutkan proyek tol juga mengacu kepada program MP3EI (Masterplan
Percepatan dan Perluasangan Pembangunan Ekonomi Indonesia) yang
dicanangkan Presiden, dimana di dalamnya termasuk ruas tol
Balikpapan-Samarinda.
"Kita setuju jalan tol tapi bukan caranya
begitu dengan merusak konservasi. Kita bukan menolak jalan tol tapi ada
hal-hal yang seminimal mungkin terjadinya kerusakan," jelas Darori.
"Ya mestinya direncanakan harus dilibatkan sama yang punya (pemerintah). Jangan maunya sendiri," tambahnya.
Darori
juga mengingatkan, usulan Gubernur Kaltim yang ingin membelah kawasan
konservasi untuk dilalui tol, merupakan persoalan serius dan harus
melibatkan seluruh Dirjen di Kemenhut.
"Ini masalah krusial jadi
dilibatkan 8 Dirjen dan rekomendasinya ke menteri. Kalau mau terus ya
kalau berani silakan. Itu 'kan tanggungjawab masing-masing. Menteri
Kehutanan menolak namun memberikan jalan keluar. Tidak membelah tapi di
pinggiran kawasan (pesisir). Bukan menolak keseluruhan rencana tol,"
tutupnya.
Kamis, 13/10/2011 18:45 WIB
Aslinya di sini.
No comments:
Post a Comment