Beralihnya ahli fungsi lahan dari hutan menjadi non hutan menjadi ancaman bagi habitat monyet daun.
Monyet daun perak, spesies ini ditemukan di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Populasinya yang makin menipis menjadikannya masuk dalam daftar endangered IUCN (Thinkstockphoto). |
Rekrekan atau monyet daun (Presbytis fredericae) salah
satu primata endemik pemakan daun di kawasan Gunung Slamet habitatnya
kian terancam. Terbatasnya luas hutan pegunungan, perkembangan
pembangunan yang meningkat di bidang pemukiman, perkebunan, dan
pertanian di Pulau Jawa menyebabkan terancamnya habitat monyet daun.
Di pulau Jawa, tempat hidup primata ini kian hanya terbatas pada daerah hutan yang terisolasi seperti Gunung Slamet, Gunung Cupu - Simembut, Gunung Dieng dan Gunung Lawu. Berdasarkan penelitian Abdi Fitri, peneliti dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, habitat yang digunakan oleh rekrekan di Gunung Slamet adalah seluas 33.230 hektare.
Di Gunung Slamet, rekrekan paling banyak ditemukan di daerah tingkat lereng yang curam. Paling banyak ditemukan pada lereng dengan sudut kemiringan 35-40 derajat sebanyak 28 kelompok dan 131 individu. Sedangkan pada lereng 25-35 derajat ditemukan sembilankelompok dan 43 individu.
Menurut Abdi, kelerengan dapat membantu rekrekan terhindar dari predator dan dapat memiliki pandangan yang lebih luas. Bahkan rekrekan banyak ditemukan pada ketinggian habitat di atas 600 meter dari permukaan laut. “Ketinggian 1.100-1.300 mdpl merupakan ketinggian dimana rekrekan paling banyak ditemukan, karena pada ketinggian itu ditemukan pakan yang bervariasi,” kata Abdi Fitria, dalam ujian promosi doktor di Fakultas Kehutanan UGM, Sabtu (23/6).
Ia melanjutkan, kondisi hutan di area Gunung Slamet yang telah mengalami alih fungsi dari lahan dari hutan menjadi non hutan, serta keberadaan hutan primer dengan kanopi dan tutupan yang luas sangat mempengaruhi keberadaan dan penyebaran primata ini. “Ditemukan delapan kelompok dengan 68 individu di daerah hutan primer,” katanya.
Hutan primer di Gunung Slamet menjadi penting bagi rekrekan karena ketersediaan pakan alami yang spesifik. Pakan ini memungkinkan rekrekan untuk dapat berkembang biak dan memperbanyak keturunan. “Semakin luasnya pembukaan lahan, akan semakin mendesak habitat rekrekan dan akan mengarah pada penurunan jumlah populasi rekrekan,” ujarnya.
Dari hasil penelitian Abdi Fitri, rekrekan merupakan golongan primata yang memiliki sistem sosial dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Tidak pernah ditemukan adanya sistem berpindah antar anggota kelompok rekrekan, khususnya individu betina.
Bahkan yang lebih unik lagi, individu jantan dan betina yang telah dewasa akan meninggalkan kelompoknya dengan perlahan dan membentuk kelompok sendiri. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kompetisi makan antar pejantan dan sebagai upaya memperoleh kehidupan berupa sumber pakan yang lebih berkualitas.
Abdi mengusulkan, perlu adanya peningkatan sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat dalam usaha perlindungan dan pelestarian hutan melalui program ekowisata dan eduwisata. Namun yang tidak kalah penting, ujar Abdi, perlu dilakukan peningkatan status kawasan dan kegiatan pembinaan habitat sehingga ekosistem Gunung Slamet tetap lestari.
(Olivia Lewi Pramesti)
Original site here
Di pulau Jawa, tempat hidup primata ini kian hanya terbatas pada daerah hutan yang terisolasi seperti Gunung Slamet, Gunung Cupu - Simembut, Gunung Dieng dan Gunung Lawu. Berdasarkan penelitian Abdi Fitri, peneliti dari Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada, habitat yang digunakan oleh rekrekan di Gunung Slamet adalah seluas 33.230 hektare.
Di Gunung Slamet, rekrekan paling banyak ditemukan di daerah tingkat lereng yang curam. Paling banyak ditemukan pada lereng dengan sudut kemiringan 35-40 derajat sebanyak 28 kelompok dan 131 individu. Sedangkan pada lereng 25-35 derajat ditemukan sembilankelompok dan 43 individu.
Menurut Abdi, kelerengan dapat membantu rekrekan terhindar dari predator dan dapat memiliki pandangan yang lebih luas. Bahkan rekrekan banyak ditemukan pada ketinggian habitat di atas 600 meter dari permukaan laut. “Ketinggian 1.100-1.300 mdpl merupakan ketinggian dimana rekrekan paling banyak ditemukan, karena pada ketinggian itu ditemukan pakan yang bervariasi,” kata Abdi Fitria, dalam ujian promosi doktor di Fakultas Kehutanan UGM, Sabtu (23/6).
Ia melanjutkan, kondisi hutan di area Gunung Slamet yang telah mengalami alih fungsi dari lahan dari hutan menjadi non hutan, serta keberadaan hutan primer dengan kanopi dan tutupan yang luas sangat mempengaruhi keberadaan dan penyebaran primata ini. “Ditemukan delapan kelompok dengan 68 individu di daerah hutan primer,” katanya.
Hutan primer di Gunung Slamet menjadi penting bagi rekrekan karena ketersediaan pakan alami yang spesifik. Pakan ini memungkinkan rekrekan untuk dapat berkembang biak dan memperbanyak keturunan. “Semakin luasnya pembukaan lahan, akan semakin mendesak habitat rekrekan dan akan mengarah pada penurunan jumlah populasi rekrekan,” ujarnya.
Dari hasil penelitian Abdi Fitri, rekrekan merupakan golongan primata yang memiliki sistem sosial dengan membentuk kelompok-kelompok kecil. Tidak pernah ditemukan adanya sistem berpindah antar anggota kelompok rekrekan, khususnya individu betina.
Bahkan yang lebih unik lagi, individu jantan dan betina yang telah dewasa akan meninggalkan kelompoknya dengan perlahan dan membentuk kelompok sendiri. Hal itu dimaksudkan untuk menghindari kompetisi makan antar pejantan dan sebagai upaya memperoleh kehidupan berupa sumber pakan yang lebih berkualitas.
Abdi mengusulkan, perlu adanya peningkatan sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat dalam usaha perlindungan dan pelestarian hutan melalui program ekowisata dan eduwisata. Namun yang tidak kalah penting, ujar Abdi, perlu dilakukan peningkatan status kawasan dan kegiatan pembinaan habitat sehingga ekosistem Gunung Slamet tetap lestari.
(Olivia Lewi Pramesti)
Original site here
No comments:
Post a Comment