Wah, kemajuan. Bapakku yang dulu orangnya sangat penyayang dan suka menjaga perasaan orang lain, sekarang, masih sih, cuma dulu sama binatang beliau gag tegaan. Sekarang beliau berani menyembelih ayam, beberapa kambing, bahkan Idul Adha tahun ini beliau menyembelih Sapi dengan terpaksa. Terpaksa, tetapi tetap professional donk.
Jadi begini ceritanya. Beliau ditugaskan temen akrabnya yang berada di Jakarta untuk memotong sapi kurban di Cirebon, tempat asalnya. Temen beliau tersebut bernama Pak Joko. Mungkin dikarenakan kesibukan Pak Joko jadi tidak bisa datang ke Cirebon di hari pemotongan. Jatuhlah pekerjaan mencari penjagal pada Ayah saya (actually saya memanggil bapak saya dengan ayah dan bapak-bapak yang lain pun begitu).
Tibalah di tempat sapi berada. Sapi tersebut diniatkan disembelih dekat rumah Pak Joko. Tetapi sayangnya sapi tersebut ketakutan dan berubah menjadi bringas yang tadinya biasa-biasa saja. Sapi tersebut masih muda, sebut saja sapi muda. Hidung sapi muda tersebut yang dipasangi tali menjadi berdarah gara-gara dia berusaha menjauhi siapa saja yang mendekat.
Akhirnya diputuskan untuk menjera kaki depan dan belakang dan dijatuhkan, dan berhasil. Sapi siap dipersembahkan untuk Yang Maha Kuasa dengan menyembelihnya, dan tentu itu tugasnya penjagal. Tia-tiba ayahku datang memakai peci (kopiah) dan disodorkan pisau yang telah diasah tajam oleh si penjagal. Hah? Ayahku yang menyembelih? Setahuku gelar S 1 beliau bukan dari fakultas peternakan.
Persiapan alat siap dan ayahku membaca secarik kertas berisi bacaan sebelum menyembelih kurban diteruskan dengan takbiran khas hari lebaran. Gerrr. Anak-anak dan bapak-bapak yang lain mengikuti takbiran massal mini tersebut. Segera pelaku mendekat pada korban dengan menyembunyikan pisai panjang, kecil, dan tajamnya itu. Ya, kaidah Islam mengajarkan seperti itu. Ayahkupun beraksi layaknya penjagal professional dengan memotong bagian kulit terlebih dahulu diiringi bacaan basmalah dan takbiran orang-orang yang berada di sekitar. Terus menggerakkan pisau keatas dan kebawah dengan mengikuti instruksi dari penjagal yang pasti lebih ahli dan professional. Akhirnya terpotonglah kedua saluran yaitu saluran udara dan saluran makanan sapi muda. Setelah itu ayahku menyerahterimakan pisau pada penjagal tersebut. Penjagal beraksi menteteli korban dari sini.
Usut punya usut ternyata penjagal berusia muda tersebut tidak berani menyembelih sapi muda tersebut karena daging sapi tersebut akan dibuat kurban yang dibagikan ke banyak orang. Mungkin penjagal tersebut merasa kurang dalam ilmu agama sehingga tidak berani menerima tantangan itu. Padahal di tempat penjagalan hampir tiap hari penjagal tersebut menyembelih sapi. Yah, dimaklumi saja. Saran uttuk penjagal, lain kali jadilah professional yang sesungguhnya agar keahlianmu diakui. Just good luck.
berarti di fakultas peternakan itu diajarin juga cara nyembelih hewan ya? hehehe.
ReplyDeletesaran untuk penjagal: perdalam ilmu agama biar pede nerima tantangan. :)