Wednesday, 7 July 2010

MORATORIUM INDONESIA-NORWEGIA

Update ah masalah kehutanan. Sekarang mau membahas masalah "Moratorium", ada yang tau?

Lha ini, anak kehutanan koq gag update. Jadi gini, pak presiden kita, SBY membuat perjanjian dengan Negara Norwegia tentang Moratorium (aku sebut berulang-ulang biar terbiasa, hehe). Moratorium adalah hasil kesepakatan negara tercinta kita, Indonesia dengan Norwegia berupa penghentian penebangan sementara di hutan. Mau tau dananya berapa? $US 1 miliar man! Bayangin, kalo dibeli permen dapet berapa karung coba?(parah). Itu uang semua lho! Sekarang bisa disetarain dengan rupiah kurang lebih Rp 9 triliun. Wow, manstab banget dah. Tau gag? Kata detik.com twuh uang itu setara lho sama uang yang mau dikasih ke pejabat DPR untuk dana aspirasi untuk satu tahun. Padahal uang dari Negara yang lumayan kaya itu (atau sok kaya?) diberi untuk tiga tahun dan dicairkan secara bertahap. Moratorium berlaku dari 2011 sampai 2013, tapi penggelontoran dananya bertahap sampai masa evaluasi berakhir pada tahun 2016. Kita bersyukur uang itu enggak ngucur percuma karena enggak pada setuju dengan yang namanya dana aspirasi itu, hehe. Yah siapa tau aja pejabat-pejabat kita masih berotak tikus(kenapa harus tikus, kan imut??!!). Pejabatnya juga banyak yang artis. DIMANAKAH PROFESIONALITAS?(gag ppenting mas!)

Nah ini dia masalahnya. Kita bagi masalah yang ada dengan jurusan-jurusan yang ada di Fakultas Kehutanan UGM walau tahun 2010 ini penjurusan ditiadakan (General Forestry).

Dari segi anak THH (Teknologi Hasil Hutan), kebutuhan kayu di Indonesia tanah airku ini mencapai 40-50 juta kubik lho. Lha kita Cuma memproduksi sekitar 25 juta kubik. Otomatis kurang 40-50% donk? Lha terus piye kalo dimoratoriumkan? Darimana kebutuhan kayu kita, importkah? Lha kalo ada cairan yang setetesnya bisa bikin benih Jati jadi (Tectona grandis) diameter 40cm dalam waktu sehari sih gag usah pusing-pusing. Itu bercanda, tapi sekarang serius lagi. Bagaimanakah cara mengurangi kebutuhan kayu kita atau menambah daya produksi kayu kita? Kalo perlu keduanya dipikirin deh supaya kebutuhan terpenuhi dan mungkin surplus.


Kedua, ini dari segi anak-anak MH (Management Hutanan). Seiring dengan sekaratnya kebutuhan kayu kita, dan terjadi moratorium di negeri kita apakah yang akan terjadi? Dapatkah anda menebak dengan intuisi kemanageran anda? Ya(walau mungkin ada yang gag “Ya”), Black Market. Mereka para stackholder yang tidak dizinkan menebang dan memasarkan dibingungkan dengan moratorium ini. Perusahaannya otomatis tidak dapat mewujudkan tujuan perusahaannya. Dengan cara terpaksa mereka terus menebang dan memasarkannya tanpa izin yang berlaku. Kayu-kayu tersebut laku murah dan laris seperti barang di pasar bebas. Maka kedepannya akan banyak perusahaan yang menganut blackmarket tersebut dan mungkin illegal loggingakan malah bertambah parah. Keputusan import adalah keputusan yang berat karena sama saja menguras kas Negara. Belum lagi subsidi untuk kayu-kayu tersebu (jika ada).

Anak-anak silvikulturis jurusan BDH (Budi Daya Hutan) punya anggapan tersendiri. Tak ayal jika kehutanan kita tersistem dengan buruk. Silvikultur hanya digunakan pada hutan-hutan untuk produksi. Memang silvikultur juga melihat dari sisi ekonomi, tetapi melihat dari aspek ekologisnya juga. Reboisasi juga diperlukan bukan hanya untuk kepentingan perusahaan, tetapi seni membuat hutan seharusnya diterapkan pada lahan yang telah kritis. Masih banyak lahan kritis di Indonesia ini. Contohnya pesisir pantai yang membutuhkan windbreaker agar lahan tersebut dapat dimanfaatkan untuk pertanian, lahan yang sangat terbuka bekas penebangan yang berlebihan pada waktu penjajahan, hutan yang erosinya tinggi, pembukaan lahan bekas tambang, dan lain-lain.

The last but not least, dari anak KSDH. Salah satunya saya sendiri. Moratorium memaksakan kita untuk mempergunakan uang tersebut untuk melakukan import kayu demi memenuhi kebutuhan. Itu sama saja memindahkan kerusakan hutan pada tempat lain. Keputusan moratorium itu sangatlah tidak bijak. Seharusnya uang tersebut digunakan untuk mereboisasi hutan yang kurang produktif dan memperbaiki ekosistem dalam hutan sehingga degradasi dan deforestasi berkurang. Fungsi hidro-orologi juga sebaiknya diperhatikan karena erosi yang terjadi di hutan pegunungan akan mengakibatkan kerusakan pada ekosistem perairan di hilir sungai. Dengan melihat sungai yang berwarna kecoklatan itu berarti erosi terjadi di daerah hilir.

Atau mungkin uang tersebut digukan untuk menyadarkan aparat Negara yang semena-mena memberi izin untuk membuka hutan gambut untuk memperbaikinya. Uang tersebut dijejalkan ke mulut mereka agar mereka sadar bahwa hutan gambut tidak bisa diberdayakan. Sadis tapi memang mau bagaimana lagi? Mereka, pengusaha hutan hanya tertarik dengan keberadaan kayunya saja. Janji memperbaiki lahan mereka lakukan dengan asal-asalan karena tidak mengerti kendala di hutan gambut tersebut. Dan hasilnya pun 0% berhasil, percuma. Malah pembukaan lahan hutan tersebut menambah emisi karena mengeluarkan gas-gas yang berbahaya. Dan aparat Negara tersebut dibutakan dengan uang yang tidak seberapa saja.

Itulah pembahasan singkat tentang Moratorium yang akan dilaksanakan pada tahun 2011. Kesimpulannya adalah Moratorium sangat tidak efektif dilakukan di Negara kita.




By: Moh. Faqih

2 comments:

  1. Moratorium kan usaha untuk memperbaiki keadaan alam, terutama memperbaiki tentang gas emisi yang menjadi masalah dunia saat ini.
    Dananya lumayankan untuk anak-anak KSDH he he he he......................

    ReplyDelete
  2. gag pas ayah,,kebijakannya tuh gag bijak,,menurut paki tuh yang buat perjanjian cuma mau kalo industri perkayuan indonesia hancur,

    ReplyDelete